ANGGA TASMITA

JUDUL

Minggu, 14 Agustus 2011

TAFSIR ILMU TAFSIR

Posted by ANKGA SAPUTRA On 02.30 0 komentar


Jawab :
            Pengertian Rasm Al-Qur’an, Rasm berasal dari kata rasama-yarsamu, berarti menggambar atau melukis. Yang dimaksud dengan pembahasaan ini adalah menulis kalimat dengan merangkai huruf-huruf hija’iyyah. Dengan kata lain, Rasm Al-Qur’an adalah tata cara menulis Al-Qur’an.
            Perbedaan anatara Rasm Utsami dengan Rasm Biasa.
Rasm utsamani memiliki kaidah tertentu yang diringkas oleh para Ulama menjadi enam istilah.kaidah ini sekaligus membedakan dengan rasm biasa. Keenam kaidah itu adalah sebagai berikut :
a)      Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf)
v  Menhilangkan Alif pada ya’ nida, seperti يأيهاالناس  Ha tanbih seperti هأنتم, kata نا  bila beriringan dengan dhamir seperti أنجينكم , lafadz jalalah (الله), kata اله , kata الرحمن,dan سبحن setelah huruf lam pada kata خلئف , antara dua lam pada kata الكللة, bentuk mutsanna (menunjukan dua) seperti رجلن, bentu jamak, baik mudzakar (laki-laki) maupun mu’annats (perempuan) seperti سمعون dan المؤمنت, setiap bentuk jamak yang mengkuti bentuk pola مفاعل, dan yang menyerupainya, seperti المسجد, dan النصرى, setiap kata yang menunjukan bilangan, seperti ثلث, dan basmallah.
v  Menghilangkan huruf ya’ pada setiap isim manqush yang ber-tanwin, seperti غيرباغ ولاعاد  dan dari kata seperti اطيعون,اتقون,خفون,واعبدون. (Kecuali dalam bentuk-bentuk mutsanna)
v  Menhilangkan huruf wawu ketika bergandeng dengan huruf wawu yang lain, seperti لايستون
v  Menghilangkan huruf lam apabila di-idgham-kan dengan sejenisnya, seperti اليل dan الّذي kecuali huruf tertentu.
Diluar menghilangkan empat huruf diatas, ada penghilangan huruf yang tidak masuk kaidah ini. Misalnya penghilangan huruf alif pada kata ملك penghilangan huruf ya’ pada kata أبراهم penghilangan huruf wawu pada empat fi’il (kata kerja) berikut ini
الله ويدع الانسنان, يوم يدع الدّاع, يمح dan سندع الزّبنية
b)      Al-jiyadah (penambahan)
v  Menambahkan huruf alif setelah wawu pada akhir setiap isim jama’ atau yang mempunyai hukum jama’ seperti اولوالاْلباب, ملاقوربّهم dan             بنو أسرائيل
v  Menambah alif setelah hamzah marsumah (hamjah yang terletak diatas tulisan wawu), seperti تالله تفتؤا
v  Menambah huruf alif pada kata مائة,مائتين dan kalimat
 وتظنّونبالله الظنونا, وأطعناالرسولا dan   فأضلّوناالسبيلا
v  Menambah huruf ya’ pada kalimat وأيتاىْذىالقربى
c)      Al-hamzah
Salah satu kaidah berbunyi bahwa hamzah ber-harkat sukun ditulis dengan huruf ber-harakat sebelumnya, contoh I’dzan أئذ ن dan u’tumin أؤتمن, kecuali huruf tertentu. Adapun hamzah yang ber-harakat, jika berada diawal kata dan bersambung dengan huruf tambahan, harus ditulis dengan alif, seperti, فبأيّ, أيوب, ألوا, سأصرف. Kecuali huruf tertentu.
            Adapun hamzah terletak ditengah, ditulis sesuai dengan huruf hamzah-nya. Kalau berharkat fathah dengan alif, kalau kasrah dengan ya’, dan kalau dhammah wawu. Misalnya سأل, سئل, , dan تقرؤه. Akan tetapi, apabila huruf yang sebelum hamzah ber-harakat sukun, tidak ada tambahan didalamnya, seperti
ملءالارض dan الخبء
d)      Badal (penggantian)
v  Huruf alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata
الصّلوة, الزّكوة, الحوة
v  Huruf alif ditulis dengan huruf ya’ pada kata-kata ألى, على, أنّى, متى, بلى, ؛تى,  dan لدى
v  Huruf alif diganti dengan nun tauhid khafifah pada kata اذن
v  Huruf Ha ta’nits ditulis dengan ta’maftuhah pada kata نعمت yang terdapat pada Surat Al-Baqarah (2) Surat Ali Imran (3), Surat Al-Maidah (5), Surat Ibrahim (14), Surat An-Nahl (16) Surat Luqman (41) Surat Fathir (35), dan Surat Ath-thur (52) demikian juga ungkapan معصيت الله dan لعنت الله
Yang terdapat pada surat Al-Mujadalah.
e)      Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan)
v  Bila ‘an أن disusul dengan لا, tulisan bersambung dengan terlebih dahului menghilangkan huruf nun. Misalnya ألاّ kecuali pada kalimat
أن لاتقولوا dan أن لاتعبدواألاّاللّه
v  Min (من) yang bersambung dengan ما penulisannya disambung dan huruf nun pada min-nya tidak ditulis, seperti ممّا, kecuali pada ungkapan
من ماملكت أيمانكم
, yang terdapat pada Surat An-nisa (4)dan Surat Ar-Rum (30) dan ungkapan ومن مارزقناكم pada Surat Munafikun (63)
v  Min من)) yang disusul dengan man (من)ditulis bersambung dengan menghilangkan huruf nun, sehingga menjadi ممّن
v  An (عن) yang disusul dengan ما ditulis bersambung, dengan terlebih dahulu meniadakan nun sehingga عمّنkecuali Firman Allah yang berbunyi ويصرف عن من يشاء
v  In (اْن) yang disusul dengan ما ditulis menjadi امّا kecuali pada Firman Allah yang berbunyi اْن ماتوعدون
v  An (أن)  yang disusul dengan ma (ما) ditulis bersambung dengan terlebih dahulu meniadakan nun sehingga menjadi أمّا
v  Kul yang diiringi kata ma ditulis dengan kata sambung (كلّما)
f)       Kata yang dapat dibaca dua bunyi
Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi penulisannya, disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Didalam Mushaf Utsmabni, penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, misalnya : malikiayaumiddin ملك يوم الدين ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).
2.      Jelaskan macam-macam qishas dan faedah qishas dalam al-qur’an!!!
Jawab :
            Qishas berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata qishash yang berarti tatabbu al-atsar (napak tilas/mengulang kembali masa lalu). Arti ini diperoleh dari uraian Al-qur’an pada surat Al-kahfi (18) ayat 64 :
فارتدّاعلىءاثارهماقصصا (الكهف)
Artinya :
”lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.”
            Secara etimologi (bahasa), al-qashash juga berarti urusan (al-amr), berita (khabar), dan keadaan (hal). Dalam bahasa Indonesia, kata itu diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya).
            Adapun dalam pengertian istilah (termilogi), kisah didefinisikan oleh Muhammad Khalafullah dalam Al-Qashashiy fi Al-Qur’an Al-Karim sebagai berikut.
Artinya :
“suatu karya  kesustraan mengenai peristiiwa yang terjadi artas orang pelaku yang sebenarnya tidak ada. Atau dari seorang pelaku yang benar-benar terjadi. Atau, peristiwa itu benar-benar terjai pada diri pelaku, tetapi kisah itu disusun atas dasar seni yang indah, yang mendahulukan sebagai peristiwa dan membuang sebagian lagi.atau, peristiwa yang benar-benar ditambahi dengan peristiwa yang tidak terjadi atau dilebih-lebihkan penuturannya, sehingga penggambaran pelaku-pelaku sejarahnya keluar dari kebenaran yang sesungguhnya sehingga terjadi pelaku fiktif.”
            Macam-macam Qashas Al-Qur’an
1.      Dilihat dari sisi pelaku
v  Kisah para Nabi terdahulu
Bagian ini berisikan ajakan Nabi kepada kaumnya, mukzijat-mukzijat dari Allah yang memperkuat dakwah mereka, sikap orang yang memusuhinya, serta tahap-tahap dakwah, perkembangannya, dan akibat yang menimpa orang yang beriman dan orang yang mendustakan para Nabi. Contohnya adalah kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad, dan Nabi-nabi serta para Rasul-rasul lainnya.
v  Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya.
Seperti kisah orang-orang yang keluar dari kampung halamannya, thalut dan jalut, anak-anak Adam dan lain-lain.
v  Kisah kisah yang terjadi pada masa Rasulullah
Seperti kisah perang Uhud, Tabuk, Badar, Kisah Hijrah Rasulullah dan pengikutnya ke Madinah, dan lain sebagainya.
2.      Dilihat dari panjang pendeknya
Dilihat dari panjang pendeknya, kisah-kisah Al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga bagian :
v  Kisah panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf (12) yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanaknya sampai dewasa dan memiliki kekuasaan.
v  Kisah yang lebih pendek dari bagian yang pertama, seperti kisah Maryam dalam Surat Maryam (19)
v  Kisah pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi Hud dan Nabi Luth dalam Surat Al-A’raf (7), kisah Nabi Shalih dalam Surat Hud (11), dan lain-lain
3.      Dilihat dari jenisnya
Menurut M. khalafullah, dilihat dari segi jenisnya kisah-kisah Al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
v  Kisah sejarah (al-qishas al-tarikhiyyah), yaitu kisah yang berkisar tentang tokoh-tokoh sejarah, seperti kisah para Nabi dan para Rasul
v  Kisah sejarah (al-qishas al tamtsiliyyah), yakni kisah yang menyebutkan sebuah peristiwa untuk menerangkan dan memperjelaskan suatu pengertian. Peristiwa itu tidak benar-benar terjadi, tetapi hanya perkiraan  dan khayalan semata.
v  Kisah asatir, yakni kisah yang didasarkan atas suatu asatir, pada umumnya, kisah seperti ini bertujuan mewujudkan tujuan-tujuan ilmiyah, atau menafsirkan gejala-gejala yang ada, atau menguraikan suatu persoalan yang sukar diterima akal.
Dalam versi lain, Muhammad Quttub membagi kisah Al-Qur’an membagi menjadi tiga macam, yaitu :
·         Kisah lengkap yang memuat tempat, tokoh, dan gambaran peristiwa yang berlaku serta akibat yang timbul dari akibat tersebut, seperti kisah Nabi Musa dan Fir’aun.
·         Kisah yang hanya menggambarkan peristiwa yang terjdi, tetapi tidak mengungkap tokoh pelaku atau tempat atau tempat berlangsung peristiwa, seperti kisah keduanya Nabi Adam a.s
·         Kisah yang diutarakan dalam bentuk percakapan atau dialog tanpa menyinggung nama dan tempat kejadian. Misalnya, kisah dialog yang terjadi antar seorang kafir yang memiliki dua bidang kebun yang luas dan kekanyaan yang berlimpah dengan seorang mukmin.
Faedah Qashas Al-Qur’an
Banyak faedah yang dapat dalam qashas sebagai mana yang diutarakan Manna’Al-Qaththan berikut ini :
§  -menjelaskan prinsif-prinsif dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh setiap Nabi
§  Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta menguatkan kepercanyaan orang-orang yang beriman melalui datangnya Allah dan hancurnya kebathilan serta para pendukungnya.
§  Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
§  Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad dalam penuturannya mengenai orang-orang yang terdahulu.
§  Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan dan keterangan dan petunjuk. Disamping itu, kisah itu                               memperlihatkan isi kitab suci mereka sesungguhnya, sebelum dirubah dan direduksi.
§  Kisah yang merupakan bentuk sastra yang menarik bagi setiap pendengarnya yang memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa.
3. Apa yang saudarta ketahui tentang amtsal dalam Al-Qur’an???
Jawab :
Amtsal adalah bentuk jamak dari kata matsal (perumpamaan) atau mitsil (serupa) atau matsil, sama halnya dengan syabah atau syabih.
Menurut Ibn Al-Farits adalah persamaan atau perbandingan suatu dengan suatu yang lain.
Menurut Al-Asfahani Amtsal berasal dari kata al-mutsul, yakni al-intishab (asal atau bagian) matsal berarti pengungkap perumpamaan.
Amtsal menurut pengertian istilah (termilogi) dirumuskan oleh para Ulama dengan redaksi yang berbeda-beda
ü  Menurut Rasyid Ridha
Amtsal adalah kalimat yang digunakan untuk memberi kesan dan menggerakan hati Nurani. Bila didengar terus, peranguhnya akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam
ü  Menurut Ibn Al-Qayyim
“menyerupan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalm hukumnya mendekatkan sesuatu yang astrak dengan sesuatu tang konkret, atau salah satu dari keduanya dengan yang lainnya.”

ü  Menurut Muhammad Bakar Isma’il
Amtsal Qur’an adalah mengumpamakan sesuatu dengan yang lain, baik dengan jalan isti’arah, kinayah, atau tasbih.
4.      Apa yang dimaksud dengan tafsir Al-Qur’an  macam-macam tafsir dengan berdasarkan sumbernya!
Jawab :
      Kata tafsir diambil dari kata fassara- yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian, Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa  adalah al-khasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.
      Pada dasasrnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna al-idhah (menjelaskan), al-bayyan (menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan), dan al-ibanah (menjelaskan)
      Adapun mengenai pengertian tafsir berdasarkan istilah, para Ulama mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda-beda.
Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil
Tafsir adalah menjelasklan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat atau tujuannya.”
                        Macam-macam tafsir berdasarkan sumber-sumbernya
                        Ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-mat’sur
·         Alqur’an yang dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap Al-Qur’an sendiri. Umpamanya, penafsiran kata muttaqin pada surat Ali Imran (3) ayat 133 adalah dengan kandungan ayat berikutnya, yamng menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu lapang maupun sempit dan seterusnya.
·         Otoritas Nabi memang berfungsi, diantranya sebagai penjelas (mubayyin) Al-Qur’an. Umpanya , penafsiran Nabi terhadap kata azh-zhulm pada surat Al-an’am (6) dengan pengertian syirik. Dan pengertian ungkapan al-quwwah dengan ar-ramy (panah)  pada Firman Allah.

وأعدّوالهم مااستطعتم من قوّةومن رباطالخيل
Artinya;
“dan siapkanlah untuk menghadapi  mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda”
·         Otoritas penjelasan para sahabat ‘yang dipandang sebagai orang yang paling banyak mengetahui tentang Al-Qur’an umpanya, penafsiran tentang Ibn Abbas (w 68/687) terhadap kandunmgan surat An-Nashr (110) dengan kedekatan waktu kewafatan Nabi.
·         Otoritas penjelasan tabi’in orang yang dianggap bertemu langsung dengan sahabat,umpamanya, penafsiran tentang Surat Ash-Shaffat (37) ayat 65 dengan  syair Imr Al-Qays.

5.      Jelaskan Meteodologi tafsir dan model penyusunan Tafsir!!!
Jawab :
      Metodologi Tafsir adalah ilmu tentang penafsiran Al-Qur’an.dapat dibedakan antara metode tafsir dan metodologi tafsir.metode tafsir adalah  cara-cara menafsirkan Al-Qur’an, sedangkan metodologi Tafsir adalah ilmu tentang cara penafsiran Al-Qur’an.

Model penyusunan Tafsir
Berikut adalah perincian tentang langkahnya masing-masing:
                                           I.            Metode tahlili
a.       Menerangkan hubungan (munasabah), baik antara satu ayat dan ayat lain maupun antara suatu surat dengan surat yang lainnya, misalkan tentang menafsirkan Surat Al-Imran (3), apabila mufassir menulisnya secara utuh satu Mushaf, mulai dari surat Al-Fatihah (1) dan seterusnya, ketika ia mulai menafsirkan surat Al-Imran (3) , ia akan menjelaskan hubungan (munasabah) antara surat Al-Baqarah (2) dengan Surat Al-Imran (3) yang sedang ditafsirkan pembahasannya tentang hal ini dapat panjang lebar, dan ada pula yang hanya singkat saja.
b.      Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbab an-nuzul)
c.       Menganalisis kosa kata (mufrodat) dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab. Untuk menguatkan pendapatnya, terutama dalam menjelaskan bahasa ayat yang bersangkutan, mufassir juga kadang-kadang mengintip syair-syair yang berkembang sebelum pada masanya.
d.      Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.
e.       Menerangkan unsur-unsur fashahah, bayan, dan I’jaznya, bila dianggap perlu. Khsususnya apabila ayat-ayat yang ditafsirkan itu mengandung keindahan balaghah
f.       Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas, khususnya bila ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat-ayat ahkam, yaitu ayat yang berhubungan dengan ayat hukum.
g.      Menerangkan dan maksud syara’ yang terkandung dalam ayat yang bersangkutan. Sebagai sandarannya, mufassir mengambil mamfaat dari ayat-yat lainnya, hadis Nabi pendapat para sahabat tabi’in, disamping ijtihad mufassir sendiri. Apabila bercorak al-tafsir al-ilmi (penafsiran dengan ilmu pengetahuan), mufassir biasanya mengutip para ilmuan sebelumnya, teori-teori ilmiyah modrn,dan sebagainya.
                                        II.            Metode ijmali (Global)
1.      Menjelaskan makna-makna ayat-ayat Al-Qur’an secara garis besar
2.      Menggunakan ungkapan-ungkapan yang diambil dari al-Qur’an sendiri dengan menambahkan kata atau kalimat penghubung sehingga memudahkan para pemabaca untuk memahaminya
                                     III.            Metode Muqarin (perbandingan)
a.       Perbandingan ayat Al-Qur’an dengan ayat yang lain
b.      Perbandingan ayat Al-Qur’an dengan hadis
c.       Perbandingan penafsir mufassir dengan mufassir lainnya
                                      IV.            Metode Mudhu’I (tematik)
a.       Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
b.      Menhimpun ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
c.       Menyusun rututan ayat sesuai dengan masa turunya, disertai pengetahuan tentang asbab an-nuzul
d.      Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dengan surat masing-masing
e.       Menyusun pembahsan dalam kerangka yang sempurna (outlen)
f.       Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok pembahasan
g.      Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruha dengan jalan meghimpun ayat yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan ayat lain am’ (umum), dan yang khas (khusus), mutlak dan muqayad (terikat) atau yang pada akhirnya bertemu dengan suatu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar