ANGGA TASMITA

JUDUL

Sabtu, 20 Agustus 2011

AKHLAK TASAWUF

Posted by ANKGA SAPUTRA On 03.32 0 komentar




A. JAWABLAH SOAL DENGAN JELAS DAN TULISAN YANG RAPI!!!

1)      Apa yang kau ketahui tentang Induk Akhlak Islami???
Jawab :
Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan agama islam atau akhlak yang bersifat islami. Kata islam yang berada dibelakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat. Dengan demikian akhlak islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja dan mendarah daging yang sebenarnya yang didasarkan pada ajaran islam. Menurut Quraish Shihab lebih luas maknanya mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah, misalnya yang berkaitan dengan sikap batin atau pikiran, selain itu bahwa tolak ukur kelakuan baik mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Perlu ditambahkan bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah tentunya yang adil pasti baik dalam Esensinya, karena keadilan merupakan Induk Akhlak Islami.

2)      Apa saja Potensi Ruh yang ada pada setiap Manusia, Jelaskan!!!
Jawab :
Samakah ruh dan jiwa? Ruh adalah ruh, karena dengan ruh itu ada kehidupan badan, sepertihalnya “rih” angin yang mendatangkan kehidupan. Disebut an-nafs, boleh jadi karena itu disebut an-nafis (sesuatu yang berharga), begitu pula jiwa yang memiliki gerakan. Perbedaan antara ruh dengan jiwa merupakan perbedaan dalam sifat dan bukan dalam dzat. Darah pun disebut ruh karena keluarnya darah dalam ukuran yang banyak akan disertai dengan kematian, yang mengharuskan keluarnya jiwa. Jadi potensi ruh pada setiap manusia hampir sama dengan jiwa hanya saja dalam sifat bukan dalam dzat.

3)      Mana yang dapat kita dahulukan anatara Hak, Kewajiban, dan Keadilan. Apa hubungan ketiganya dengan Akhlak???
Jawab :
Mengingat hubungan baik antara hak, kewajiban dan keadilan demikian erat, maka dimana ada hak,  maka ada kewajiban, dan dimana ada kewajiban maka ada keadilan, yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang. Jadi yang kita dahulukan adalah “kewajiban”. Hubungan hak, kewajiban, keadilan dengan akhlak adalah sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa yang disebut akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, mendarah daging, sebenarnya dan tulus ikhlas karna alloh. Hubungan dengan hak dapat dilihat pada arti hak itu sendiri yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh orang tanpa ada yang dapat menghalanginya. Hak yang demikian merupakan sebagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan seseorang sebagai haknya. Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakannya tanpa merasa berat. Sedangkan keadilan sebagaimana telah diuraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya hak, kewajiban, keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung perciptanya perbuatan yang akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan akhlak.

4)      Jelaskan Ahlak Kepada Allah SWT, terhadapa sesama Manusia dan Akhlak terhadap lingkungan!!!
Jawab :
Akhlak kepada Allah : Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai Khalik. Sikap atau perbuatan tersebut mempunyai ciri-ciri perbuatan akhlaki sebabgaimana telah disebut diatas.

Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah.
Pertama, karena Allah lah yang menciptakan Manusia. Dengan demikian sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya berterima kasih kepada yang menciptakan.

Kedua, Karena allah lah yang telah memberikan perlengkapan pancaindera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. (QS.  An-nahl, 16:78). 
Ketiga, karena alloh lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang berasal dari tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya. (QS. Al-jatsiyah, 45:12-13).
Keempat, karena alloh lah yangtelah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. (QS. Al-isra’, 17:70).
Namun demikian sungguhpun allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan di atas bukanlah menjadi alasan alloh perlu dihormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaanNya. Akan tetapi sebagaimana Manusia sudah sewarjanya menunjukkan sikap akhlak yang pas kepada Allah.
 Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang di kemukakan Al-qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama Manusia petunjuk mengenai ini buka hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar dll.
Di sisi lain Al-qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya di dudukan secara wajar.tidak masuk ke rumah orang lain tanpa izin,jika bertemu saling mengucapkan salam,dan ucapan yang di keluarkan adalah ucapan yang baik.
Namun demikian sungguhpun allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana di sebutkan di atas bukanlah menjadi alasan allah perlu di hormati.banyak cara yang dapat di lakukan dalam berakhlak kepada allah.di antaranya dengan tidak menyekutukan-Nya. Takwa kepada-Nya , Mencintai –Nya ,Ridla dan Ikhlas terhadap segala keputusan –Nya dan bertaubat. Mensyukuri Nikmat-Nya, selalu berdoa kepada-Nya, beribadah .meniru-niru sifatNya, dan selalu berusaha mencari keridlaan Nya.
 Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang di maksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia baik binatang ,tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda tak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang di ajarkan Al-qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai Khalifah.
Dalam pandangan islam, seseorang tidak tidak di benarkan mengambil buah hati buah sebelum matang ,atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mecapai tujuan penciptaanya.
Ini berarti manusia di tuntut untuk menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses–proses yang sedang terjadi yang demikian mengantarkan Manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus di nilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.
Binatang,tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh allah swt dan menjadi milik Nya serta semuanya memiliki ketergantungan kepada Nya. keyakinan ini mengantarkan seseorang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “Umat” tuhan yang harus di perlakukan secara wajar dan baik.        
5)      Jelaskan ayat dan Hadis-hadis berikut ini!!!
(A) Hadits Riwayat Ahmad :
خيرالاموراوسطها
Sebaik-baik perkara atau urusan adalah yang ditengah.

Maksudnya adalah sesuatu apapun yang baik adalah ditengah bisa diartikan bahwa perkata atau sesuatu tidak menitik beratkan pada salah satu pihak (netral), dengan begitu seseorang akan mengerti dengan sendirinya perkara yang mengarah pada keadilan, yang tentunya keadilan tersebut akan membuahkan hasil yang baik dan insyaallah mempunyai nilai kebenaran yang haq.  
(B) Q.S Al-Nahl
Al-hasanah dikemukakan oleh Al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau yang dianggap baik. Al-hasanah selanjutnya bisa dibagi menjadi tiga bagian, pertama hasanah dari segi akal, kedua dari segi hawa nafsu/keinginan dan hasanah dari segi pancaindera. Pemakaian kata Al-Hasanah yang demikian itu Misalnya kita jumpai pada ayat yang berbunyi :


ادع الئ سبيل ربك با لحكمة والموعلظةالحسنة

Ajaklah manusia menuju Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.
 (QS. Al-Nahl, 16: 125).

Jadi ayat tersebut menunjukkan istilah yang digunakan untuk sesuatu yang disukai atau yang dianggap baik.  
(C)  Hadits Riwayat Ahmad :
انما بعثت لاتمم مكارالاخلاق

Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Maksudnya adalah karena nabi Muhammad sebagai khotamul anbiya’ wal mursalin, beliau Muhammad diutus untuk memperbaiki akhlak manusia, selain itu juga nabi diutus untuk memperbaiki akhlak suku Quraisy yang dinilai dalam kesehariannya bertolak belakang dengan akhlak yang diajarkan islam pada zaman itu, yaitu meliputi akhlak terhadap Tuhan, orang tua (manusia), hewan, tumbuhan. Sehingga turunlah hadits ini.
B. JAWAB SOAL DENGAN JELAS DAN TULISAN YANG RAPI!!!

1)      Definisikan Pengertian Tasawuf, Baik secara Etimologis/ Bahasa Maupun Terminologi/Istilah!!!
Jawab :
Dari segi bahsa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, Misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan Tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah), saf  (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani : hikmat),  suf (kain wol). Keseluruhan kata-kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Kata ahl al-suffah (orang yang ikut berpindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah) misalnya menggambarkan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya di Makkah untuk hijrah ke Madinah bersama Nabi. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan pada Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kaya Saf  juga menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat, kata suf  (kain wol) menggambarkan orang hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia. Dan kata sophos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
Sedangkan dalam pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf. Yaitu sudut pandang bahwa manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Allah (Tuhan). Inilah esensi atau hakikat TASAWUF.
2)      Bedakan penjelasan Mahabah dan Ma’rifat menuruf Sufi, Sebutkan pula tokoh yang mengajarkan paham tersebut!!!
Jawab :
Kata Mahabbah berasal dari kata Ahabba, yuhibbu, Mahabbatan, yang secara Harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Dalam Mu’jam al-falsafi, Jamil syaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. Al-mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau penyayang.
Hampir seluruh literatur bidang tasawuf menyebutkan bahwa tokoh yang mengajarkan mahabbah ini adalah Rabi’ah al-Adawiyah. Hal ini didasarkan pada ungkapan-ungkapannya yang menggambarkan bahwa ia menganut paham tersebut. Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak.
 Ia hidup antara tahun 713-801 H. sumber lain menyebutkan bahwa ia meninggal dunia dalam tahun 185 H./796 M.
Dari segi bahasa Ma’rifah berasal dari kata Arafa, Ya’rifu, Irfan, Ma’rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia ilmu hakikat Agama, yaitu Ilmu yang lebih tinggi dari ilmu biasa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat dhohir, tetapi lebih mendalam terhadap bathinnya dengan mengetahui rahasianya. Selanjutnya ma’rifah digunakan untuk menunjukkan pada salah satu tingkatan dalam Tasawuf. Dalam arti sufistik ini, Ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan itu demikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu, yaitu Tuhan.
Dalam literatur Tasawuf dijumpai dua tokoh yang mengenal paham Ma’rifah ini, yaitu Al-Ghazali dan Zun al-Nun al-Misri. Al-Ghazali nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali lahir pada tahun 1059 M. di Ghazaleh, suatu kota kecil terletak di kota Tus di Khurasan. Sedang Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak Sudan dan Mesir. Tahun kelahirannya tidak banyak diketahui, yang diketahui tahun wafatnya yaitu 860 M.
3)      Buatlah penjelasan dari arti masing-masing Maqamat/station, dalam Tasawuf selengkapnya!!!
Jawab :
MAQAMAT, secara Harfiah Maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal Mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Tentang berapa jumlah tangga atau maqamat yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk menuju Tuhan, dikalangan para sufi tidak sama pendapatnya. Maqamat yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah maqamat yang disepakati oleh mereka yaitu, al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal dan al-ridha.
a)      Al-zuhud : secara Harfiah Al-zuhud berarti tidak ingin pada sesuatu yang bersifat duniawi.
b)      Al-taubah : Al-taubah berasal dari bahasa Arab Taba, Yatubu, Taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai melakukan amal kebaikan.
c)      Al-wara’ : secara Harfiah Al-wara’ artinya Saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam pengertian Sufi Al-wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).
d)     Al-faqr : secara Harfiah Faqir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi, fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita.
e)      Al-shabr : secara Harfiah, sabar berarti tabah hati. Menurut Zun al-Nun al-Mishry, sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak alloh, tetapi tenang ketika mendapat cobaan, juga sabar dalam menunggu pertolongan dari Allah, dan sabar dalam menjalani cobaan tersebut.
f)       Al-tawakkal : secara Harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Pengertian tawakkal yang demikian itu sejalan pula dengan yang dikemukakan oleh Harun Nasution. Ia mengatakan Tawakkal adalah menyerahkan diri pada qada’ dan keputusan Allah. Selamanya dalam keadaan tentram, jika mendapat pemberian berterima kasih, jika mendapat apa-apa bersikap sabar menyerah pada qada dan qadar Allah. Tidak memikirkan hari esok, cukup dengan apa yang ada hari ini. Tidak mau makan, jika ada orang lain yang lebih berhajat pada makanan tersebut terhadap dirinya. Percaya kepada janji Allah, menyerah kepada Allah, dengan Allah dan karena Allah.
g)      Al-ridho : secara Harfiah ridho artinya rela, suka, senang. Harun Nasution mengatakan ridho bereti tidak berusaha, tidak menentang dan menerima qada dan qadar Allah dengan senang hati. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat.
4)      Jelaskan lima tata cara dalam bertarikat dan syarat-syarat murid bertarikat, sebutkan lima tarikat yang berkembang di Indonesia dan siapakah pembawanya!!!
Jawab :
Tata cara pelaksanaan tarikat antara lain :
a.       Dzikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada allah dalam hati serta menyebut namanya dengan lisan.
b.      Ratib, yaitu mengucap lafadz laa ilaha illallah dengan gaya gerak dan irama tertentu.
c.       Muzik, yaitu dalam membaca wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumentalia) seperti memukul rebana.
d.      Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
e.       Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan dzikir tertentu.
Syarat-syarat murid bertarikat :
1.      Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syari’at agama.
2.      Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin ntuk mengikuti jejak dan guru, dan melaksanakan perintahnya serta menjauhi larangannya.
3.      Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki.
4.      Berbuat dan mengisi waktu seefesien mungkin dengan segala wirid dan doa guna pemantapan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat (stasiun) uang lebih tinggi.
5.      Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat menodai amal.
Tujuh Tarikat yang berkembang di Indonesia :
-          Tarikat Qadiriyah didirikan olek Syekh Abdul Qadir Jaelani (1077-1166) dan ia sering pula disebut Al-jilli.
-           Tarikat Rifa’iyah didirikan oleh Syaikh Rifa’I. nama lengkapnya Ahmad bin Ali bin Abbas.
-          Tarikat Naqsyabandi didirikan oleh Muhammadin Bhauddin al-uwaisi al-Bukhari (727-791 H).
-          Tarikat Samaniyah didirikan oleh Syaikh Saman yang meninggal dalam tahun (1720) di Madinah.
-          Tarikat Khalwatiyah didirikan oleh Zahiruddin (w. 1397 M) di khurasan dan tarikat ini mula-mula tersebar di Banten oleh Syaikh Yusuf Al-Khalwati al-makasari.
-          Tarikat Al-Haddad didirikan oleh Sayyid Abdullah bin alwi bin Muhammad al-Haddad.
-          Tarikat Khalidiyah adalah salah satu cabang dari tarikat Naqsyabandiyah di turki. Didirikan oleh Syaikh Sulaiman Zuhdi al-Khalidi.   
Apa yang anda ketahui tentang Itihad, Wahdatul, dan Hulul, siapakah Tokohnya!!!
Jawab :
“HULUL”
 Harfiah Hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang dapat telah melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana’.
Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia ini, bertolak belakang dengan dasar pemikiran Al-Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar, yaitu lahut  (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Ini dapat dilihat pada teorinya mengenai kejadian manusia dalam buku bernama al-thawasin.
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat diri-Nya sendiri. Dalam kesendirian-Nya itu menjadikan Tuhan berdialog dengan diri-Nya sendiri, yaitu dialog yang di dalamnya tidak terdapat kata ataupun huruf. Yang dilihat allah hanya kemuliaan dan ketinggian dzat-Nya. Allah melihat pada dzat-Nya dan ia pun cinta pada dzat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta ini lah yang menjadi sebab wujud, dan sebab dari banyak hal ini. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentuk copy dari diri-Nya yang mempunyai sifat dan nama-Nya. Bentuk copy ini adalah Adam. Setelah menjadikan Adam dengan cara itu, Ia memulyakan dan mengagungkan Adam. Ia cinta pada Adam, dan pada diri Adam Allah muncul pada bentuknya. Dengan demikian pada diri Adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan sendiri. Dengan cara demikian maka manusia mempunyai sifat ketuhanan pada dirinya. Hal ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi :

واذقلناللملئكةاسجدوالادم فسجدواالاابليس ابىواستكبر
وكان من الكفرين                                          
Dan ingatlah ketika kami berkata pada malaikat :”sujudlah kepada Adam”, semuanya sujud kecuali iblis, yang enggan dan merasa besar. Ia menjadi yang tidak percaya.
 (QS. Al-Baqarah, 2:34).

Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa tokoh yang mengembangkan al-Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H. (858 M.) di negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia.
Dalam paham al-Hulul yang dikemukakan al-Hallaj tersebut ada dua hal yang dapat dicatat. Pertama, bahwa paham al-Hulul merupakan pengembangan atau bentuk lain dari paham mahabbah sebagaimana disebutkan dibawa Rabi’ah al-Adawiyah.
“ITTIHAD”
 Hal ini terlihat dari kata-kata cinta yang dikemukakan al-Hallaj. Kedua, al-Hulul juga menggambarkan adanya ittihad atau kesatuan rohaniah dengan Tuhan. Namun Harun Nasution membedakan kesatuan rohaniah yang dialami al-Hallaj melalui al-Hulul, dengan kesatuan rohaniah yang dialami Abu Yazid dalam al-ittihad. Dalam persatuan melalui al-Hulul ini, al-Hallaj kelihatannya tak hilang, sebagai halnya dengan diri Abu Yazid dalam al-ittihad. Dalam ittihad diri Abu Yazid hancur dan yang ada hanya diri Tuhan. Dalam paham al-Hallaj, dirinya tak hancur sebagai ternyata dari ungkapan syairnya diatas. Perbedaan antara ittihad al-Bustami dengan hulul al-Hallaj, dalam ittihad yang dilihat satu wujud, sedang dalam hulul ada dua wujud, tetepi bersatu dalam satu tubuh. Hal ini dapat dipahami dari syair yang dinyatakan al-Hallaj berikut ini :
اناسرالحق ماالحق انا بل اناحق ففرقبيننا

“Aku adalah rahasia Yang Maha benar, dan bukan lah yang benar itu aku. Aku hanya stu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami”.
Dengan ungkapan al-Hallaj yang demikian itu, kita dapat menilai, bahwa pada saat al-Hallaj mengatakan ana al-haqq sebenarnya bukan ruh al-Hallaj yang mengucapkan demikian, tetapi ruh Tuhan yang menagmbil tempat (hulul) dalam diri al-Hallaj.

“WAHDAT AL-WUJUD”
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahrat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam, dikalangan ulama’ klasik ada yang mengartikan wahdah adalah suatu dzat yang tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu kaya al-wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai satu kesatuan antara materi dan ruh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang bathin, antara alam dan Allah, karena alam pada segi hakikatnya adalah qadim yang berasal dari Tuhan. Pengertian wahdatul wujud yang terakhir itulah yang selanjutnya dugunakan para sufi, yaitu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu-kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham wahdat al-wujud, nasut yang ada pada diri hulul diubah menjadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua aspek bagian sesuatu. Aspek sebelah luar disebut khalq dan aspek sebelah dalam disebut haqq. Kata-kata khalq dan haqq ini merupakan padana kata al-‘arad (accident) dan al-jauhar (substance) dan al-zahir (lahir-luar-tampak), dan al-bathin (dalam-tidak tampak).
Dan paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyidin ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165.    



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar